Yuk, Berkenalan dengan Wayang: Mulai dari Sejarah hingga Jenis-jenisnya

 


     Halo teman-teman! Sebelum kita mulai, pernah nggak sih kalian denger soal wayang? Atau mungkin malah pernah nonton langsung? Wayang ini sebenarnya salah satu kekayaan budaya kita yang nggak hanya seru buat ditonton, tapi juga penuh makna. Dari zaman dulu, wayang udah jadi media buat nyampein cerita-cerita seru, nilai-nilai kehidupan, bahkan kritik sosial dengan cara yang unik dan khas banget Indonesia.
     Nah, kali ini kita bakal bahas lebih dalam tentang dunia wayang, mulai dari jenis-jenisnya, kayak wayang kulit, wayang golek, sampai wayang orang, dan juga cerita apa aja yang biasa dibawain. Jadi, yuk, kita coba lihat wayang dari sudut pandang yang baru dan siapa tahu bakal bikin kita makin bangga sama budaya kita!
     Wayang adalah salah satu warisan seni yang dimiliki Indonesia. Menurut definisi KBBI, wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), Wayang merupakan seni pertunjukan yang menggunakan boneka atau bayangan untuk bercerita. Boneka-boneka tersebut diproyeksikan ke layar atau kain putih, yang dikenal sebagai layar wayang atau kelir, menggunakan lampu yang diposisikan di belakang layar. Wayang biasa dimainkan oleh seorang yang disebut dalang. Cerita dalam pertunjukan wayang sering kali diambil dari epik-epik atau cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai moral, agama, dan kebudayaan yang dalam.  
     Wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Oleh karena itu wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
     Wayang merupakan seni edipeniadiluhung, artinya seni yang selain indah juga mengandung nilai-nilai keutamaan hidup. Inilah yang membuat UNESCO menetapkan wayang sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003, dan kemudian masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul The Wayang puppet theater tertanggal 4 November 2008. Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2018, tertanggal 17 Desember 2018, Pemerintah telah menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional (HWN).


Sejarah Wayang Kulit

Sejarah wayang dibagi menjadi delapan zaman sebagai berikut:

1. Zaman Dyah Balitung (898-910 M)

Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari naskah Ramayana Mataram Hindu dalam bahasa Sansekerta, yang berasal dari India, yang ditulis dengan bahasa Jawi Kuno.

2. Zaman Prabu Darmawangsa (991-1016 M)

Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari serat Mahabharata dalam bahasa Sansekerta, yang memiliki 18 bab atau purwa. Sejarah ini kemudian ditulis menggunakan bahasa Jawa menjadi 9 bab.

3. Zaman Prabu Airlangga (1019-1042 M)

Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari cerita kasusastraan Jawa yang berkembang pesat, yaitu serat Arjunawiwaha yang ditulis Empu Kanwa dan selesai tahun 1030.

4. Zaman Kediri (1042-1222 M)

Perkembangan wayang pada zaman ini dimulai dari Prabu Jayabaya yang mengembangkan seni pedalangan melalui kasusastraan Jawa pada 1135-1157. Ada juga seorang pujangga Mpu Sedah yang menulis serat Bharatayuda, namun diselesaikan Mpu Panuluh.

5. Zaman Majapahit (1293-1528 M)

Sejarah wayang pada zaman ini bersumber pada serat Centini, yaitu pada zaman awal Majapahit wayang purwa digambar menggunakan kertas Jawa. Sampai pada masa Raden Sungging Prabangkara yang pandai menggambar dan mendalang dengan cara menyungging atau ditata.

6. Zaman Demak (1500-1550 M)

Pada masa pemerintahan Raden Patah, wayang sudah tidak lagi digambar di atas kain, namun disungging dengan menggunakan kulit kerbau. Zaman ini, wayang digunakan sebagai media penyebaran agama Islam oleh para wali sebagai media dakwah penyebaran agama Islam.

7. Zaman Pajang (1568-1586 M)

Perkembangan wayang pada zaman ini juga mengalami kemajuan. Wayang purwa maupun wayang gedhog disempurnakan dengan pemberian pakaian pada wayang.

Misalnya, tokoh ratu memakai mahkota, satria rambutnya ditata rapi, wayang juga sudah memakai celana. Lalu, Sunan Kudus membuat wayang golek dari kayu, dan Sunan Kalijaga membuat cerita wayang topeng dari wayang gedhog yaitu cerita panji.

8. Zaman Mataram Islam

Pada zaman ini wayang berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaannya. Mulai banyak bermunculan wayang dengan tokoh-tokoh binatang yang disesuaikan zamannya, misal Kerajaan Hindu (zaman Kediri, Singosari, dan Majapahit).


Sementara itu, dilansir dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, sejak November 2003, UNESCO telah mengakui pertunjukan wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. UNESCO mengakui seni mendongeng kuno ini berasal dari Indonesia.

UNESCO menyatakan wayang telah berkembang selama 100 tahun di istana kerajaan Jawa dan Bali. Sekarang, wayang telah menyebar ke pulau-pulau lain seperti Lombok, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Bisa diduga asumsi ini didasarkan pada Prasasti Balitung dari abad ke-10 (903 M).

Pada mula awal penyebaran agama Islam, wayang dijadikan media dakwah dengan penambahan tokoh-tokoh, pengembangan cerita, termasuk penyesuaian jalan cerita sehingga tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, pada era yang lebih modern, wayang lantas digunakan sebagai media propaganda politik.


Jenis-jenis Wayang 

5 (lima) jenis wayang yang berkembang di Indonesia:


Pinterest

1. Wayang Kulit

Wayang kulit merupakan salah satu jenis wayang yang banyak dijumpai di Jawa dan Bali. Wayang kulit dibuat dari bahan dasar kulit kambing, sapi, dan kerbau. Kulit-kulit tersebut diproses hingga menjadi lembaran yang siap dibentuk menjadi wayang dengan karakter yang telah ditentukan. Biasanya satu wayang kulit memiliki ukuran 50x30 cm.




Pinterest







2. Wayang Golek

Wayang golek merupakan salah satu jenis wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu yang diukir menyerupai manusia atau karakter tokoh. Jenis wayang ini cukup popular di pulau Jawa, khususnya Jawa Barat. Dalam pembuatan wayang golek, para pengrajin biasanya menggunakan kayu albasiah. Setiap wayang golek memiliki karakter yang berbeda. Salah satu cara untuk membedakan karakter wayang golek ialah dengan melihat warnanya. 

“Warna biru dan hitam memiliki simbol kedewasaan, ketentraman, dan rohani. Merah berarti keangkaramurkaan, ketidak sabaran. Warna emas melambangkan kaum bangsawan dan warna putih melambangkan kemurnian serta tata krama,” ucap Junende.




Pinterest







3. Wayang Beber

Wayang beber merupakan jenis wayang tertua di Indonesia yang terbuat dari kulit. Penamaan beber berasal dari cara memainkannya yakni dengan membentangkan layar atau kertas berupa gambar. Wayang ini akan menceritakan lakon yang tertera pada gambar. Saat ini, wayang beber tertua terletak di daerah Pacitan, Jawa Timur dan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.




Pinterest










4. Wayang Suket

Berbeda dengan jenis wayang sebelumnya, sesuai dengan namanya wayang suket ialah jenis wayang yang terbuat dari rumput. Rumput-rumput dirangkai hingga menyerupai tokoh pewayangan. Jenis rumput yang dapat digunakan ialah jenis rumput kasuran. Proses pembuatan wayang ini ada 4 teknik, yakni anyaman sarang lebah, anyaman gedheg untuk bagian tangan, anyaman kalabangan untuk bagian kepala, dan anyaman tikaran untuk kail bagian belakang kepala.




Pinterest










5. Wayang Gedog

Wayang gedog ialah salah satu jenis wayang madya. Wayang gedog mempresentasikan cerita yang bersumber dari Serat Panji, dengan inti lakon mengenai pertemuan tokoh utama Panji Inukertapati dengan istrinya, Dewi Sekartaji. Ciri khas wayang gedog terletak pada bentuk boneka wayang dengan tekes, keris, dan rapèkan, ataupun gending dan sulukan khusus bernada laras pelog.


Sebagai warisan budaya yang kaya akan makna dan nilai, wayang tidak hanya sekadar seni pertunjukan, tetapi juga refleksi kehidupan dan filosofi mendalam yang telah diwariskan selama berabad-abad. Dari setiap tokoh, kisah, hingga nilai yang terkandung di dalamnya, wayang menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta sarana untuk memahami nilai-nilai luhur budaya Nusantara. Mari kita lestarikan dan jaga keberadaan wayang sebagai warisan budaya, agar generasi mendatang tetap dapat merasakan dan memahami kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.


Contoh Pertunjukan Wayang:



Sumber:

detik.com

Kemdikbud

jendela.kemdikbud














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik: Sejarah, Filosofi, dan Keindahan dalam Setiap Pola

Keragaman dan Keunikan Alat Musik Tradisional Sebagai Identitas Bangsa Indonesia