Candi: Dari Tempat Ibadah Hingga Menjadi Warisan Dunia

 


   Siapa yang tidak terpesona melihat bangunan batu yang menjulang tinggi, dihiasi dengan ukiran yang menakjubkan? Candi bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan budaya suatu bangsa. Dari keanggunan Candi Borobudur yang monumental hingga keunikan Candi Prambanan yang penuh mitologi, setiap candi memiliki cerita yang menunggu untuk diungkap. Mari kita telusuri lebih dalam makna, arsitektur, dan rahasia di balik keindahan candi yang telah berdiri kokoh selama berabad-abad ini. 

Beberapa contoh candi yang ada di Indonesia:

1. Candi Borobudur 







Borobudur (bahasa Jawa: ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦧꦫꦧꦸꦝꦸꦂ, translit. Candhi Båråbudhur) adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi dengan banyak stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur dan memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan kembali). Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun waktu 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.





2. Candi Prambanan 








Candi Prambanan merupakan salah satu kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu warisan budaya dunia. Didirikan pada abad ke-9, candi ini didedikasikan untuk Trimurti, yaitu tiga dewa utama dalam agama Hindu: Brahma (pencipta), Vishnu (pelindung), dan Shiva (penghancur). Candi Prambanan mencerminkan kebesaran dan keagungan kerajaan Hindu yang pernah berkuasa di Jawa, khususnya Kerajaan Mataram Kuno. Selain itu, candi ini juga menjadi simbol kepercayaan dan spiritualitas masyarakat pada masa itu, yang memadukan seni, arsitektur, dan agama.

Candi Prambanan terkenal dengan arsitektur yang megah dan detail. Kompleks candi ini terdiri dari 240 candi, dengan tiga candi utama yang berjejer, yaitu Candi Shiva, Candi Vishnu, dan Candi Brahma. Candi-candi ini dibangun dengan gaya arsitektur khas Hindu, yang ditandai dengan bentuk bangunan yang menjulang tinggi dan atap yang bertingkat.

a. Candi Shiva: Candi tertinggi dan paling besar, setinggi 47 meter, dilengkapi dengan patung Shiva yang mengagumkan di dalamnya.

b. Candi Vishnu: Menyimpan patung Vishnu, dewa pelindung yang juga memiliki keindahan arsitektur yang memukau.

c. Candi Brahma: Candi ini lebih kecil namun tidak kalah indah, menjadi tempat pemujaan bagi dewa pencipta.

Di sekitar candi utama terdapat candi-candi pendamping yang dihiasi dengan relief yang menggambarkan kisah Ramayana dan berbagai mitologi Hindu lainnya. Teknik konstruksi yang digunakan menunjukkan keahlian arsitek pada masa itu, dengan batu andesit yang disusun rapi tanpa menggunakan semen.

Candi Prambanan menyimpan banyak rahasia dan misteri yang menarik untuk diungkap. Salah satunya adalah keanggunan relief yang menceritakan kisah Ramayana, termasuk adegan-adegan penting seperti penculikan Sita oleh Rahwana dan perjuangan Rama untuk menyelamatkannya. Relief ini bukan hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi juga sebagai media penyampaian cerita dan nilai-nilai moral.

Selain itu, ada banyak teori mengenai alasan dibangunnya Candi Prambanan, termasuk kemungkinan sebagai tempat ritual dan upacara keagamaan yang sangat penting bagi masyarakat saat itu. Keberadaan candi ini juga menimbulkan spekulasi tentang hubungan antara kerajaan Hindu di Jawa dan kerajaan-kerajaan Hindu lainnya di India.

Candi Prambanan dari Angkasa:





3. Candi Mendut 








Candi Mendut adalah candi agama Buddha yang berlokasi di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini merupakan salah satu candi dari tiga serangkai candi di Magelang yaitu Candi Borobudur, Pawon, dan Mendut. Candi Mendut merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno yang diduga dibangun pada abad ke-9. Seorang ahli arkeolog asal Belanda, J.G. De Casparis, menduga jika Candi Mendut dibangun oleh raja pertama dari Wangsa Syailendra pada 824, dibuktikan dengan Prasasti Karangtengah.

Isi prasasti yang berangka tahun 824 tersebut menyebutkan bahwa, Raja Indra telah membuat bangunan suci bernama wenuwana. Casparis mengartikan wenuwana (hutan bambu) sebagai Candi Mendut dan diperkirakan usianya lebih tua dibanding Candi Borobudur.

Candi Mendut dibangun dari bahan batu bata dengan campuran batu andesit, sehingga terlihat sangat kokoh. Di dalamnya terdapat tiga buah arca Buddha serta sebuah patung Buddha Sakyamuni dengan posisi duduk. Candi Mendut berbentuk segi empat dengan tinggi bangunan 26,40 meter di atas batu setinggi 2 M. Tangga menuju selasar candi terdapat di sisi barat, di depan pintu masuk candi yang dilengkapi bilik penampil. Bagian dinding candi ini memiliki berbagai macam relief berpahat yang menggambarkan ajaran Buddha. Di antaranya adalah relief dengan gambar kura-kura dan angsa, Brahma dan seekor kepiting, Dharmabuddhi dan Dustabuddhi, dan relief dua burung betet yang berbeda. Tepat di dalam bilik, terdapat tiga arca Buddha, yaitu Cakyamuni yang bersila, Avalokitesvara yang melambangkan sifat penolong, dan Maitreya yang melambangkan pembebas manusia di masa depan.




4. Candi Muara Takus 








Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Budha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau. Di dalam kompleks candi ini, terdapat beberapa bangunan yang disebut dengan Candi Sulung, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka. Para ahli berbeda pendapat terkait kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan pada abad ke-7, abad ke-9, dan bahkan ada yang mengatakan abad ke-11.

Meski demikian, diyakini bahwa Candi Muara Takus merupakan peninggalan peradaban Budha dari masa Kerajaan Sriwijaya.

Penamaan Candi Muara Takus terdapat dua pendapat. Pertama adalah nama candi ini diambil dari nama sungai kecil yang bermuara di Sungai Kampar. Sungai kecil tersebut namanya adalah Sungai Takus.


Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa penamaan Muara Takus diambil dari dua kata, yaitu Muara yang berarti tempat akhir dari aliran sungai, dan Takus diambil dari bahasa China yaitu Takuse. Ta dalam bahasa China berarti besar sedangkan ku berarti tua atau kuil. Maka secara keseluruhan, Muara Takus memiliki makna sebuah kuil atau candi tua yang besar dan berada di muara sungai.

Bagian-bagian Candi Muara Takus: 

  • Candi Mahligai

Candi Mahligai merupakan stupa candi dan saat ini kondisinya paling utuh di antara lainnya. Stupa Mahligai terdapat tiga bagian, yaitu bagian atap, badan dan kaki. Candi ini berbentuk persegi panjang dengan lebar 10,44 meter serta panjangnya 10,6 meter. Sedangkan untuk tingginya sekitar 14 meter. Candi Mahligai berbentuk seperti menara yang mirip dengan yoni. Dulunya, pada setiap sisi sudut candi terdapat patung singa duduk yang terbuat dari batu andesit.

  • Candi Sulung atau Tua

Candi Tua dibagi dalam tiga bagian, yaitu atap, badan dan kaki candi. Pada bagian kaki dibagi lagi menjadi dua, di mana yang bagian pertama memiliki tinggi 2,37 meter. Sedangkan pada bagian kedua kaki candi memiliki tinggi 1,98 meter. Pada bagian timur candi terdapat tangga yang lebarnya 4 meter dan bagian barat juga ada tangga yang lebarnya 3,08 meter dengan dijaga patung singa. Candi Tua diperkirakan berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 7 meter dan tinggi 2,5 meter. Candi ini memiliki pondasi persegi panjang dengan ukuran 31,65 meter x 20,20 meter dan memiliki 36 sisi.

  • Candi Bungsu

Candi Bungsu terbuat dari batu bata merah dengan panjang 13,2 meter dan lebarnya 16,2 meter. Bagian atas candi ini berbentuk persegi, dan pada bagian timur terdapat tangga yang terbuat dari batu putih, serta ada beberapa stupa yang berukuran kecil. Pembangunan Candi Bungsu menggunakan batu bata dan batu pasir. Bagian utara candi dibuat dengan batu pasir, sedangkan bagian selatan dibuat dengan batu bata.

  • Candi Palangka

Candi Palangka terletak di sebelah timur Candi Mahligai, dengan panjang 5,10 meter dan lebar 5,7 meter serta tingginya sekitar 2 meter. Candi ini menghadap ke utara, dengan ditandai pintu masuk pada bagian utara candi. Candi yang sepenuhnya dibangun dari batu bata ini diperkirakan dipakai sebagai Altar.





5. Candi Kalasan 










Candi Kalasan berada di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan Candi Kalasan berkaitan dengan prasasti batu dari desa Kālasa, yang kemudian dikenal dengan Prasasti Kalasan. Prasasti tersebut berbentuk persegi empat memuat 14 (empat belas) baris tulisan dalam bahasa Sanskerta dengan huruf Pre-Nāgari. Isi prasasti menjelaskan bahwa pada tahun 700 Çaka (778 Masehi) didirikan sebuah bangunan suci yang indah untuk Dewi Tārā, seorang Dewi dalam agama Buddha Mahāyāna, oleh para guru dari Raja Śailendra setelah mereka dapat meyakinkan Maharaja Tejahpurana Paṇaṃkaraṇa. Apabila tahun pendirian candi tersebut dikaitkan dengan prasasti tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Candi Kalasan dibangun sekitar tahun 778 Masehi.

Prasasti Kalasan menyebutkan bahwa selain membangun bangunan suci, sang Raja (rakryan Paṇaṃkaraṇa) juga memerintahkan untuk membangun tempat tinggal bagi para pendeta (bhiksu). Upacara pemberian Desa Kālasa kepada para pendeta disaksikan oleh orang-orang terkemuka seperti pangkur, tavan, tirip dan beberapa orang kepala desa dari desa-desa di sekitar Kālasa.

Candi Kalasan berdiri di atas sebuah batur/ alas yang berdenah bujur sangkar dengan ukuran 45 x 45 meter, sedangkan tinggi candi sampai dengan batas atap yang masih tersisa adalah 24 meter. Batur candi, dahulu diduga dibatasi dengan pagar langkan yang dihias dengan genta atau stupa di bagian atasnya. Dari tinggi candi yang 24 meter tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: kaki, tubuh, dan atap. Menurut Kempers, bagian kaki Candi Kalasan berlipat ganda membentuk susunan lapik atau alas bujur sangkar dengan sisi 45 meter, kemudian di atasnya terdapat susunan kaki candi yang sebenarnya (soubacement) sebagai pendukung tubuh candi.




Candi bukan hanya bukti kejayaan arsitektur dan keagungan masa lampau, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan spiritualitas bangsa. Setiap relief, struktur, dan lokasi candi menyimpan pesan, nilai, serta pengetahuan yang tak ternilai. Dengan menjaga dan melestarikan candi-candi ini, kita turut menghormati warisan leluhur dan memberikan kesempatan bagi generasi mendatang untuk mengenal serta menghargai akar budayanya. Mari bersama-sama menjaga candi sebagai kekayaan budaya dan sejarah yang perlu dirawat serta dihormati sepanjang masa.



Sumber:



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik: Sejarah, Filosofi, dan Keindahan dalam Setiap Pola

Yuk, Berkenalan dengan Wayang: Mulai dari Sejarah hingga Jenis-jenisnya

Keragaman dan Keunikan Alat Musik Tradisional Sebagai Identitas Bangsa Indonesia